Post Icon

unta Itu Mengadu Kepada Rasulullah



Suatu hari untuk suatu tujuan Rasulullah keluar rumah dengan menunggangi untanya. Abdullah bin Ja’far ikut membonceng di belakang. Ketika mereka sampai di pagar salah salah seorang kalangan Anshar, tiba-tiba terdengar lenguhan seekor unta. Unta itu menjulurkan lehernya ke arah Rasulullah saw. Ia merintih. Air matanya jatuh berderai. Rasulullah saw. mendatanginya. Beliau mengusap belakang telinga unta itu. Unta itu pun tenang. Diam.
Kemudian dengan wajah penuh kemarahan, Rasulullah saw. bertanya, “Siapakah pemilik unta ini, siapakah pemilik unta ini?”
Pemiliknya pun bergegas datang. Ternyata, ia seorang pemuda Anshar.
“Itu adalah milikku, ya Rasulullah,” katanya.
Rasulullah saw. berkata, “Tidakkah engkau takut kepada Allah karena unta yang Allah peruntukkan kepadamu ini? Ketahuilah, ia telah mengadukan nasibnya kepadaku, bahwa engkau membuatnya kelaparan dan kelelahan.”
Subhanallah! Unta itu ternyata mengadu kepada Rasulullah saw. bahwa tuannya tidak memberinya makan yang cukup sementara tenaganya diperas habis dengan pekerjaan yang sangat berat. Kisah ini bersumber dari hadits nomor 2186 yang diriwayatkan Abu Dawud dalam Kitab Jihad.
Bagaimana jika yang mengadu adalah seorang pekerja yang gajinya tidak dibayar sehingga tidak bisa membeli makanan untuk keluarganya, sementara tenaganya sudah habis dipakai oleh orang yang mempekerjakannya? Pasti Rasulullah saw. lebih murka lagi.
Di kali yang lain, Abdullah bin Umar menceritakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Seorang wanita disiksa karena menahan seekor kucing sehingga membuatnya mati kelaparan, wanita itupun masuk neraka.” Kemudian Allah berfirman –Allah Mahatahu—kepadanya, “Kamu tidak memberinya makan, tidak juga memberinya minum saat ia kamu pelihara; juga engkau tidak membiarkannya pergi agar ia dapat mencari makanan sendiri dari bumi ini.” (HR. Bukhari, kitab Masafah, hadits nomor 2192).
Yang ini cerita Amir Ar-Raam. Ia dan beberapa sahabat sedang bersama Rasulullah saw. “Tiba-tiba seorang lelaki mendatangi kami,” kata Amir Ar-Raam. Lelaki itu dengan kain di atas kepadanya dan di tangannya terdapat sesuatu yang ia genggam.
Lelaki itu berkata, “Ya Rasulullah, saya segera mendatangimu saat melihatmu. Ketika berjalan di bawah pepohonan yang rimbun, saya mendengar kicauan anak burung, saya segera mengambilnya dan meletakkannya di dalam pakaianku. Tiba-tiba induknya datang dan segera terbang berputar di atas kepalaku. Saya lalu menyingkap kain yang menutupi anak-anak burung itu, induknya segera mendatangi anak-anaknya di dalam pakaianku, sehingga mereka sekarang ada bersamaku.”
Rasulullah saw. berkata kepada lekaki itu, “Letakkan mereka.”
Kemudian anak-anak burung itu diletakan. Namun, induknya enggan meninggalkan anak-anaknya dan tetap menemani mereka.
“Apakah kalian heran menyaksikan kasih sayang induk burung itu terhadap anak-anaknya?” tanya Rasulullah saw. kepada para sahabat yang ada waktu itu.
“Benar, ya Rasulullah,” jawab para sahabat.
“Ketahuilah,” kata Rasulullah saw. “Demi Dzat yang mengutusku dengan kebenaran, sesungguhnya Allah lebih penyayang terhadap hamba-hamba-Nya melebihi induk burung itu kepada anak-anaknya.”
“Kembalikanlah burung-burung itu ke tempat di mana engkau menemukannya, bersama dengan induknya,” perintah Rasulullah. Lelaki yang menemukan burung itupun segera mengembalikan burung-burung itu ke tempat semula.
Begitulah Akhlak terhadap hewan yang diajarkan Rasulullah saw. Bahkan, membunuh hewan tanpa alasan yang hak, Rasulullah menggolongkan suatu kezhaliman. Kabar ini datang dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang membunuh seekor burung tanpa hak, niscaya Allah akan menanyakannya pada hari Kiamat.”
Seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apakah hak burung tersebut?”
Beliau menjawab, “Menyembelihnya, dan tidak mengambil lehernya lalu mematahkannya.” (HR. Ahmad, hadits nomor 6264)
Jika kepada hewan saja kita memenuhi hak-haknya, apalagi kepada manusia. Adakah hak-hak orang lain yang belum kita tunaikan?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Detik-detik Sakaratul Maut Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam

Inilah bukti cinta yang sebenar-benarnya tentang cinta, yang telah dicontohkan Allah SWT melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit mulai menguning di ufuk timur, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya.
Rasulullah dengan suara lemah memberikan kutbah terakhirnya, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, al-Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku.”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. “Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.
“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.
“Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.
“Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah.
Fatimah menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril.
Tapi, semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasul lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak, sepeninggalanku?”
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril meyakinkan.
Detik-detik kian dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakitnya, sakaratul maut ini.” Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh.
Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka.
“Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril sambil terus berpaling.
Sedetik kemudian terdengar Rasulullah memekik kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku,” pinta Rasul pada Allah.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya.
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii, ummatii, ummatiii?” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Rasulullah Menangis Ketika Di Padang Mahsyar

Dari Usman bin Affan dari Abbas, Rasulullah bersabda,
“Aku adalah orang yang paling awal dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat yang tiada kebanggaan. Bagiku ada syafaat pada hari kiamat yang tiada kemegahan. Bendera pujian di tanganku dan nabi-nabi keseluruhannya berada di bawah benderaku. Umatku adalah umat yang terbaik. Mereka adalah umat yang pertama dihisab sebelum umat yang lain. Ketika mereka bangkit dari kubur, mereka akan membuang tanah yang ada di atas kepala mereka. Mereka semua akan berkata, ‘Kami bersaksi bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan kami bersaksi bahwa Muhammad itu Rasulullah. Inilah yang telah dijanjikan oleh Allah serta dibenarkan oleh para rasul’.”
Ibnu Abbas berkata,
“Orang yang pertama dibangkitkan dari kubur di hari kiamat ialah Muhammad. Malaikat Jibril akan datang kepadanya bersama seekor Buraq. Israfil pula datang dengan membawa bersama bendera dan mahkota. Izrail pula datang dengan membawa bersamanya pakaian-pakaian surga.”
Malaikat Jibril akan menyeru,

“Wahai dunia! Di mana kubur Muhammad?”
Bumi menjawab, “Sesungguhnya, Tuhanku telah menjadikan aku hancur. Telah hilang segala lingkaran, tanda dan gunung-ganungku. Aku tidak tahu dimana kubur Muhammad.”
Rasulullah bersabda, “Lalu diangkatkan tiang-tiang dari cahaya dari kubur Nabi Muhammad ke awan langit. Maka, empat malaikat berada di atas kubur.”

Israfil bersuara, “Wahai roh yang baik! Kembalilah ke tubuh yang baik!” Maka, kubur terbelah dua.
Pada seruan yang kedua pula, kubur mula terbongkar. Pada seruan yang ketiga, ketika Rasulullah berdiri, beliau telah membuang tanah di atas kepala dan janggut beliau. Rasulullah melihat kanan dan kiri. Beliau dapati, tiada lagi bangunan. Beliau menangis sehingga mengalir air matanya ke pipi.
Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah, “Bangun wahai Muhammad! Sesungguhnya kamu di sisi Allah di tempat yang luas.” Rasulullah bertanya, “Kekasihku Jibril! Hari apakah ini?” Jibril menjawab, “Wahai Muhammad! Janganlah kamu takut! Inilah hari kiamat. Inilah hari kerugian dan penyesalan. Inilah hari pembentangan Allah.”
Rasulullah berkata, “Kekasihku Jibril! Gembirakanlah aku!” Jibril bertanya, “Apakah yang kamu lihat di hadapanmu?” Rasulullah berkata, “Bukan seperti itu pertanyaanku.” Jibril berkata, “Adakah kamu tidak melihat bendera kepujian yang terpacak di atasmu?” Rasulullah berkata, “Bukan itu maksud pertanyaanku. Aku bertanya kepadamu akan umatku. Di mana perjanjian mereka?”
Jibril berkata, “Demi keagungan Tuhanku! Tidak akan terbongkar oleh bumi daripada manusia, sebelummu?” Rasulullah berkata, “Niscaya akan, buatlah pertolongan pada hari ini. Aku akan mensyafaatkan umatku.” Jibril berkata, “Tungganglah Buraq ini wahai Muhammad dan pergilah ke hadapan Tuhanmu!”

Malaikat Jibril datang bersama Buraq ke arah Rasulullah. Buraq meronta-ronta, lalu Jibril berkata kepadanya, “Wahai Buraq! Adakah kamu tidak malu dengan makhluk yang paling baik dicipta oleh Allah? Sudahkah Allah perintahkan kepadamu agar mentaatinya?”
Buraq menjawab, “Aku tahu semua itu. Akan tetapi, aku ingin dia mensyafaatiku agar memasuki surga sebelum dia menunggangku. Sesungguhnya, Allah akan datang pada hari ini dalam keadaan marah. Keadaan yang belum pernah terjadi sebelum ini.”
Rasulullah bersabda kepada Buraq, “Ya! Sekiranya kamu berhajatkan syafaatku, niscaya aku memberi syafaat kepadamu.”

Setelah berpuas hati, Buraq membenarkan Rasulullah menunggangnya lalu dia melangkah. Setiap langkahan Buraq sejauh pandangan mata.
Apabila Rasulullah berada di Baitul Maqdis di atas bumi dari perak yang putih, malaikat Israfil menyeru, “Wahai tubuh-tubuh yang telah hancur, tulang-tulang yang telah rapuh, rambut-rambut yang bertaburan dan urat-urat yang terputus-putus! Bangkitlah kamu dari perut burung, dari perut binatang buas, dari dasar laut dan dari perut bumi ke perhimpunan Allah Yang Maha Perkasa”
Roh-roh telah diletakkan di dalam sangkakala. Di dalamnya ada beberapa tingkat dengan bilangan roh makhluk. Setiap roh, akan didudukkan berada di dalam tingkat. Langit di atas bumi akan menurunkan hujan dari lautan kehidupan akan air yang sangat pekat seperti air mani lelaki. Dengan demikian, tersusunlah tulang-tulang, urat-urat memanjang, daging kulit dan bulu akan tumbuh. Sebagian mereka akan kekal ke atas sebagian tubuh tanpa roh.

Allah berfirman, “Wahai Israfil! Tiup sangkakala tersebut dan hidupkan mereka dengan izin-Ku akan penghuni kubur. Sebagian mereka adalah golongan yang gembira dan suka. Sebagian dari mereka adalah golongan yang celaka dan derita.” Malaikat Israfil menjerit, “Wahai roh-roh yang telah hancur! Kembalilah kamu kepada tubuh-tubuhmu. Bangkitlah kamu untuk dikumpulkan di hadapan Allah.”
Allah berfirman, “Demi keagungan dan ketinggian-Ku! Aku kembalikan setiap roh pada tubuh-tubuhnya!” Apabila roh-roh mendengar sumpah Allah, roh-roh pun keluar untuk mencari jasad mereka. Maka, kembalilah roh pada jasadnya. Bumi pula terbongkar dan mengeluarkan jasad-jasad mereka. Apabila semuanya sedia, masing-masing melihat.
Rasulullah duduk di padang pasir Baitul Maqdis, melihat makhluk-makhluk. Mereka berdiri seperti belalang yang berterbangan. 70 umat berdiri. Umat Rasulullah merupakan satu umat. Rasulullah berhenti memperhatikan ke arah mereka. Mereka seperti gelombang lautan. Jibril menyeru, “Wahai sekalian makhluk, datanglah kamu semua ke tempat perhimpunan yang telah disediakan oleh Allah.”

Umat-umat datang di dalam keadaan satu-satu kumpulan. Setiap kali Rasulullah berjumpa satu umat, beliau akan bertanya, “Di mana umatku?” Jibril berkata, “Wahai Muhammad! Umatmu adalah umat yang terakhir.” Apabila nabi Isa datang, Jibril menyeru, “Tempatmu!” Maka nabi Isa dan Jibril menangis.
Rasulullah bertanya, “Mengapa kamu berdua menangis.” Jibril berkata: “Bagaimana keadaan umatmu, Muhammad?” Rasulullah bertanya, “Di mana umatku?” Jibril menjawab, “Mereka semua telah datang. Mereka berjalan lambat dan perlahan.”

Apabila mendengar cerita demikian, Rasulullah menangis lalu bertanya, “Wahai Jibril! Bagaimana keadaan umatku yang berbuat dosa?” Jibril menjawab, “Lihatlah mereka wahai Muhammad!” Apabila Rasulullah melihat mereka, mereka gembira dan mengucapkan selawat kepada beliau dengan apa yang telah Allah muliakannya. Mereka gembira kerana dapat bertemu dengan beliau.
Rasulullah juga gembira terhadap mereka.
Lalu Rasulullah bertemu umatnya yang berdosa. Mereka menangis serta memikul beban di atas belakang mereka sambil menyeru, “Wahai Muhammad!” Air mata mereka mengalir di pipi. Orang-orang zalim memikul kezaliman mereka. Rasulullah berkata, “Wahai umatku.”
Mereka berkumpul di sisinya. Umat-umatnya menangis.
Ketika mereka di dalam keadaan demikian, terdengar dari arah Allah seruan yang menyeru, “Di mana Jibril?” Jibril berkata, “Jibril di hadapan Allah.” Allah berfirman di dalam keadaan Dia amat mengetahui sesuatu yang tersembunyi,
“Di mana umat Muhammad?” Jibril berkata, “Mereka adalah sebaik umat.”
Allah berfirman, “Wahai Jibril! Katakanlah kepada kekasih-Ku Muhammad bahwa umatnya akan datang untuk ditayangkan di hadapan-Ku.”

Malaikat Jibril kembali di dalam keadaan menangis lalu berkata, “Wahai Muhammad! Umatmu telah datang untuk ditayangkan kepada Allah.” Rasulullah berpaling ke arah umatnya lalu berkata, “Sesungguhnya kamu telah dipanggil untuk dihadapkan kepada Allah.”
Orang-orang yang berdosa menangis karena terkejut dan takut akan azab Allah. Rasululah memimpin mereka sebagaimana pengembala memimpin ternakannya menuju di hadapan Allah.
Allah berfirman, “Wahai hamba-Ku! Dengarkanlah kamu baik-baik kepada-Ku tuduhan apa-apa yang telah diperdengarkan bagi kamu dan kamu semua melakukan dosa!”
Hamba-hamba Allah terdiam. Allah berfirman, “Hari ini, Kami akan membalas setiap jiwa dengan apa yang telah mereka usahakan. Hari ini, Aku akan memuliakan siapa yang mentaati-Ku. Dan, Aku akan mengazab siapa yang durhaka terhadap-Ku. Wahai Jibril! Pergi ke arah Malik, penjaga neraka! Katakanlah kepadanya, bawakan Jahanam!”

Jibril pergi berjumpa Malik, penjaga neraka lalu berkata, “Wahai Malik! Allah telah memerintahkanmu agar membawa Jahanam.”
Malik bertanya, “Apakah hari ini?”
Jibril menjawab, “Hari ini adalah hari kiamat. Hari yang telah ditetapkan untuk membalas setiap jiwa dengan apa yang telah mereka usahakan.”
Malik berkata, “Wahai Jibril! Adakah Allah telah mengumpulkan makhluk?”
Jibril menjawab, “Ya!”
Malik bertanya, “Di mana Muhammad dan umatnya?”
Jibril berkata, “Di hadapan Allah!”
Malik bertanya lagi, “Bagaimana mereka mampu menahan kesabaran terhadap kepanasan nyalaan Jahanam apabila mereka melintasinya sedangkan mereka semua adalah umat yang lemah?”
Jibril menjawab, “Aku tidak tahu!”
Malik menjerit ke arah neraka dengan sekali jeritan yang menggerunkan. Neraka berdiri di atas tiang-tiangnya. Neraka mempunyai tiang-tiang yang keras, kuat dan panjang. Api dinyalakan sehingga tiada kekal mata seorang dari makhluk melainkan bercucuran air mata mereka (semuanya menangis). Air mata sudah terhenti manakala air mata darah manusia mengambil alih. Anak-anak mulai beruban rambutnya. Ibu-ibu yang memikul anaknya mencampakkan mereka. Manusia kelihatan mabuk padahal mereka sebenarnya tidak mabuk.
Hari kiamat adalah waktu terakhir semua manusia, tidak ada lagi kesempatan untuk bertaubat, padahal Allah Maha Pengampun.

Satu-satunya penolong hanyalah syafaat Rasulullah, dan syafaat itu berlaku untuk umat Rasulullah yang mengikuti sunnahnya.
Oleh karena itu, marilah kita cintai dan ikuti Rasulullah mulai sekarang sebelum datangnya hari kiamat itu, jangan menganggap hari akhir itu masih lama datangnya, tidak usah menunggu tanda-tanda kiamat dahulu untuk bertaubat, karena dosa sebesar apa pun akan diampuni olah Allah selagi hayat masih di kandung badan. semoga kita terhindar dari keganasan malaikat Malik dan Neraka Jahannam. Amin…

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Post Icon

Rasulullah Merindukan Umat Akhir Zaman

Suasana di majelis pertemuan itu hening sejenak. Semua yang hadir diam membatu. Mereka seperti sedang memikirkan sesuatu. Lebih-lebih lagi Sayyidina Abu Bakar. Itulah pertama kali dia mendengar orang yang sangat dikasihi melafazkan pengakuan sedemikian.
Seulas senyuman yang sedia terukir di bibirnya pun terungkai. Wajahnya yang tenang berubah warna.
“Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?” Sayyidina Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mula menyerabut pikiran.
“Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku (ikhwan),” suara Rasulullah bernada rendah.
“Kami juga ikhwanmu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang lain pula.
Rasulullah menggeleng-gelangkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian Baginda bersuara,
“Saudaraku ialah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku sebagai Rasul Allah dan mereka sangat mencintaiku. Malahan kecintaan mereka kepadaku melebihi cinta mereka kepada anak-anak dan orang tua mereka.”
**
Pada ketika yang lain pula, Rasulullah menceritakan tentang keimanan ‘ikhwan’ Baginda:
“Siapakah yang paling ajaib imannya?” tanya Rasulullah.
Malaikat,” jawab sahabat.
“Bagaimana para malaikat tidak beriman kepada Allah sedangkan mereka sentiasa dekat dengan Allah,” jelas Rasulullah.
Para sahabat terdiam seketika. Kemudian mereka berkata lagi, “Para nabi.”
“Bagaimana para nabi tidak beriman, sedangkan wahyu diturunkan kepada mereka.”
“Mungkin kami,” celah seorang sahabat.
“Bagaimana kamu tidak beriman sedangkan aku berada di tengah-tengah kalian,” pintas Rasulullah menyangkal hujjah sahabatnya itu.
“Kalau begitu, hanya Allah dan Rasul-Nya saja yang lebih mengetahui,” jawab seorang sahabat lagi, mengakui kelemahan mereka.
“Kalau kamu ingin tahu siapa mereka, mereka ialah umatku yang hidup selepasku. Mereka membaca Al Qur’an dan beriman dengan semua isinya. Berbahagialah orang yang dapat berjumpa dan beriman denganku. Dan tujuh kali lebih berbahagia orang yang beriman denganku tetapi tidak pernah berjumpa denganku,” jelas Rasulullah.
“Aku sungguh rindu hendak bertemu dengan mereka,” ucap Rasulullah lagi setelah seketika membisu. Ada berbaur kesayuan pada ucapannya itu.
Begitulah nilaian Tuhan. Bukan jarak dan masa yang menjadi ukuran. Bukan bertemu wajah itu syarat untuk membuahkan cinta yang suci. Pengorbanan dan kesungguhan untuk mendambakan diri menjadi kekasih kepada kekasih-Nya itu, diukur pada hati dan terbuktikan dengan kesungguhan beramal dengan sunnahnya.
Dan insya Allah umat akhir zaman itu adalah kita. Pada kita yang bersungguh-sungguh mau menjadi kekasih kepada kekasih Allah itu, wajarlah bagi kita untuk mengikis cinta-cinta yang lain. Cinta yang dapat merenggangkan hubungan hati kita dengan Baginda Rasulullah saw.
Allahumma shalli ala Muhammad wa ala alihi wa shahbihi ajma’in

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS